Kamis, 03 November 2011

hormond tumbuhand '-'


Hormon tumbuhan (phytohormones) secara fisiologi adalah penyampai pesan antar sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh daur hidup tumbuhan, diantaranya perkecambahan, perakaran, pertumbuhan, pembungaan dan pembuahan. Sebagai tambahan, hormon tumbuhan dihasilkan sebagai respon terhadap berbagai faktor lingkungan kelebihan nutrisi, kondisi kekeringan, cahaya, suhu dan stress baik secara kimia maupun fisik. Oleh karena itu ketersediaan hormon sangat dipengaruhi oleh musim dan lingkungan.
Pada umumnya dikenal lima kelompok hormon tumbuhan: auxins, cytokinins, gibberellins, abscisic acid and ethylene. Namun demikian menurut perkembangan riset terbaru ditemukan molekul aktif yang termasuk zat pengatur tumbuh dari golongan polyamines seperti putrescine or spermidine.
Auxin adalah zat aktif dalam system perakaran. Senyawa ini membantu proses pembiakkan vegetatif. Pada satu sel auxins dapat mempengaruhi pemanjangan cell, pembelahan sel dan pembentukan akar. beberapa type auxins aktif dalam konsentrasi yang sangat rendah antara 0.01 to 10 mg/L.
Cytokinins merangsang pembelahan sel, pertumbuhan tunas, dan mengaktifkan gen serta aktifitas metabolis secara umum.pada saat yang sama cytokinins menghambat pembentukan akar. oleh karenanya cytokinin sangat berguna pada proses kultur jaringan dimana dibutuhkan pertumbuhan yang cepat tanpa pembentukan perakaran. secara umum konsntrasi cytokinin yang digunakan antara 0.1 to 10 mg/L
Gibberellin adalah turunan dari asam gibberelat. Merupakan hormon tumbuhan alami yang merangsang pembungaan, pemanjangan batang dan membuka benih yang masih dorman. Ada sekitar 100 jenis gibberellin, namun Gibberellic acid (GA3)-lah yang paling umum digunakan.
Asam Abscisat (ABA) adalah penghambat pertumbuhan merupakan lawan dari gibberellins: hormon ini memaksa dormansi, mencegah biji dari perkecambahan dan menyebabkan rontoknya daun, bunga dan buah. Secara alami tingginya konsentrasi asam abscisat ini dipicu oleh adanya stress oleh lingkungan misalnya kekeringan.
Ethylene merupakan senyawa unik dan hanya dijumpai dalam bentuk gas. senyawa ini memaksa pematangan buah, menyebabkan daun tanggal dan  merangsang penuaan. Tanaman sering meningkatkan produksi ethylene sebagai respon terhadap stress dan sebelum mati. Konsentrasi Ethylene fluktuasi terhadap musim untuk mengatur kapan waktu menumbuhkan daun dan kapan mematangkan buah.
Polyamines mempunyai peranan besar dalam proses genetis yang paling mendasar seperti sintesis DNA dan ekspresi genetika. Spermine dan spermidine berikatan dengan rantai phosphate dari asam nukleat. Interaksi ini kebanyakkan didasarkan pada interaksi ion elektrostatik antara muatan positif kelompok ammonium dari polyamine dan muatan negatif dari phosphat.
Polyamine adalah kunci dari migrasi sel, perkembangbiakan dan diferensiasi pada tanaman dan hewan. Level metabolis dari polyamine dan prekursor asam amino adalah sangat penting untuk dijaga, oleh karena itu biosynthesis dan degradasinya harus diatur secara ketat.
Polyamine mewakili kelompok hormon pertumbuhan tanaman, namun merekan juga memberikan efek pada kulit, pertumbuhan rambut, kesuburan, depot lemak, integritas pankreatis dan pertumbuhan regenerasi dalam mamalia. Sebagai tambahan, spermine merupakan senyawa penting yang banyak digunakan untuk mengendapkan DNA dalam biologi molekuler. Spermidine menstimulasi aktivitas dari T4 polynucleotida kinase and T7 RNA polymerase dan ini kemudian digunakan sebagai protokol dalam pemanfaatan enzim

Minggu, 30 Oktober 2011

plasmolisis :-)

PLASMOLISIS


Peristiwa plasmolisis berkaitan langsung dengan prinsip osmosis. Dalam percobaan plasmolisis ini digunakan daun Rhoe discolor untuk diamati terjadinya plasmolisis. Bagian daun yang digunakan yaitu bagian permukaan bawah daun yang mempunyai pigmen warna ungu (anthocianin). Salah satu alasan menggunakan Rhoe discolor dalam percobaan plasmolisis ini adalah bahwa sel-sel epidermis pada permukaan bawah daun Rhoe discolor berwarna ungu, sehingga akan terlihat jelas jika sel-sel tersebut mengalami plasmolisis. Pada percobaan ini digunakan larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda-beda untuk membandingkan efeknya terhadap banyak sedikitnya sel yang terplasmolisis dan sel yang tidak terplasmolisis. Konsentrasi sukrosa tersebut merupakan ukuran kepekatan larutan, sehingga semakin besar konsentrasi maka akan semakin hipertonis.
         Pada percobaan ini digunakan 4 perlakuan yaitu dengan konsentrasi larutan sukrosa yang berbeda antara lain  0,14 M; 0,18 M; 0,22 M; dan 0,26 M. hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui hubungan konsentrasi larutan dengan tingkat suatu plasmolisis sel. Dari percobaan yang telah dilakukan idapatkan bahwa sel epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor berwarna ungu bila dilihat di bawah mikroskop. Setelah sel tersebut diberi larutan sukrosa dengan konsentrasi 0,14 M; 0,18 M; 0,22 M; dan 0,26 M maka didapatkan setelah sekitar 2 menit terjadi perubahan warna ungu pada sel menjadi berwarna putih bahkan hampir transparan. Perubahan ini menunjukkan bahwa sel tersebut mengalami plasmolisis.
         Pada pemberian larutan sukrosa 0,14 M didapatkan jumlah sel yang terplasmolisis ada 9 sel dari jumlah awal sel sebanyak 29 sel. Sehingga persentase sel yang terplasmolis adalah sebanyak 31,0%. Pada pemberian larutan sukrosa 0,18 M, banyak sel yang terplasmolisis 28 buah sel dari 65 buah sel seluruhnya dengan persentase sebanyak 43,1%. Untuk pemberian larutan sukrosa dengan konsentrasi 0,22 M sel yag terplasmolisis sebayak 7 dari keseluruhan jumlah 37 buah sel, dengan persentase sebanyak 18,9%. Pada pemberian larutan sukrosa sebanyak 0,26 M, sel yang terplasmolisis sebanyak 49 buah dari 84 sel keseluruhan sedangkan untuk persentasenya sebesar 59,0%.
Pada percobaan ini tidak dapat dibandingkan antara tingkat konsentrasi suatu larutan yang berada di lingkungan sel dengan banyaknya sel yang terplasmolisis, karena jumlah sel awal dari masing-masing preparat tidak sama. Oleh karena itu tidak dapat dijadikan variabel bebas dalam percobaan. Hasil dari pemberian larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi 0,14 M; 0,18 M; 0,22 M; dan 0,26 M perbandingan sel yang terplasmolisis berturut-turut adalah 31 %; 43,1 %; 18,9 % dan 59 %. Dari hasil tersebut terlihat pertambahan persentase jumlah sel yang terplasmolisis oleh peningkatan pemberian larutan sukrosa. Namun, pada data ketiga yaitu dengan pemberian larutan sukrosa 0,22 M mengalami penurunan jumlah sel yang terplasmolisis. Hasil ini tidak sesuai bila dikaitkan dengan literatur bahwa, semakin tinggi konsentrasi larutan akan menghasilkan sel yang semakin banyak terplasmolisis.
Sel terplasmolisis dapat dilihat dengan adanya pemudaran warna ungu sel Rhoe discolor yang awalnya memenuhi sel tersebut. Warna ungu tersebut lama-kelamaan semakin hilang dari sel mulai dari tepi sel hingga ke bagian tengah sel. Hal itu merupakan peristiwa plasmolisis sel yang disebabkan sel kehilangan cairan karena berosmosis ke luar lingkungannya.
Peristiwa plasmolisis juga ada kaitannya dengan peristiwa osmosis, karena air yang keluar dari dalam sel keluar ke lingkungan dengan prinsip kerja plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa yang ada di lingkungan sel, maka lingkungan tersebut semakin hipertonik, sehingga osmosis akan meningkat. Dengan kata lain, potensial osmosis pada keadaan ini semakin tinggi.

A.    KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat  disimpulkan bahwa:
  1. Peristiwa plasmolisis merupakan peristiwa terlepasnya membran plasma dari dinding sel karena sel kehilangan air, disebabkan adanya osmosis karena sel berada di lingkungan yang hipertonik.
  2. Gejala plasmolisis dapat ditemukan pada sel epidermis bawah daun Rhoe discolor yang ditunjukkan dengan pudarnya/hilangnya warna ungu pada sel.
  3. Faktor penyebab plasmolisis di antaranya adalah ditempatkannya sel di lingkungan hipertonik, yaitu pada konsentrasi zat terlarut terlalu tinggi (larutan sukrosa) sehingga potensial osmosis juga semakin tinggi.
  4. Hubungan plasmolisis dengan status potensial osmotik antara cairan sel dengan larutan di lingkungannya adalah bahwa sel yang ditempatkan pada larutan hipertonik akan mengakibatkan cairan yang berada di dalam sel keluar secara osmosis, sehingga potensial  osmosis semakin besar dan akhirnya semakin banyak sel yang terplasmolisis.

PERKENALAN

PERKENALKAN....

WATASHI NO NAMAE WA ADHIT DESU...

WATASHI NO UMERU NI JOGJAKARTA....
HAJIMEMASHITE.......

yukssss buat mahasiswa perkebunan/pertanian share ilmu d'blog in :-) selamat datang